Kronologi Lengkap Kisah Alvin Lim, Anak Apyang Jinggo yang Merintis Karir dari Teller Bank Hingga Jadi Vice President

Akar dari kurangnya kasih sayang: Ayah kandung Alvin, yang dikenal sebagai Apyang Jinggo

Sejak masih kecil, Alvin kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya karena mereka sudah berpisah. Ayah Alvin telah menikah beberapa kali dan Ibunya adalah salah satu istri muda. Ibunya tidak dapat memberikan perhatian penuh kepada Alvin karena menikah dengan usia yang masih sangat muda dan ibunya sibuk dengan kehidupannya sendiri. Karenanya, pada kelas dua SD Alvin dikirim ke asrama Pangudi Luhur, Kabupaten Semarang,  Jawa Tengah. Sementara itu, Alvin hanya mengetahui tentang ayahnya dari cerita saudara, karena belum pernah bertemu langsung dengannya. Ayah Alvin, Atang Latief atau Lauw Tjin Ho alias Apyang Jinggo pemilik Bank Bira, Bank Tamara, Bank of Hawaii di luar negeri , juga beberapa bisnis kasino. Ayahnya juga membiayai proyek properti termasuk pembangunan mall di  kawasan Pondok Indah dan World Trade Center (WTC) juga memiliki properti lainnya dimiliki di luar negeri.

Pada akhirnya, Ibunya menikah lagi dengan seorang bandar narkoba, yang menyebabkan rumah Alvin dikepung oleh polisi, sehingga Alvin tidak bisa pulang. Akibatnya, ia memutuskan tinggal bersama teman sebangkunya, Franky, selama hampir lima tahun. Tak disangka, Ayah Franky pada akhirnya mempertemukan Alvin dengan ayah kandungnya. Meskipun ayahnya menawarkan sejumlah uang, Alvin menolaknya.

Tawaran Pendidikan di Amerika: Panggilan dari Sekretaris Ayah Alvin

Tidak lama setelahnya, sekretaris ayah Alvin menghubunginya untuk melanjutkan pendidikannya di Santa Barbara City College, AS. Alvin bermaksud membantu bisnis ayahnya setelah menyelesaikan kuliah, sehingga ia memilih jurusan bisnis. Semua persiapan administratif, termasuk paspor dan perizinan, telah diurus oleh ayahnya. Awalnya, Alvin tinggal bersama house parents untuk belajar bahasa Inggris, sambil mempersiapkan dirinya untuk masuk ke universitas terbaik di kota itu. Santa Barbara, yang terletak di California, memiliki beberapa universitas terkemuka seperti UCLA (University of California, Los Angeles) dan University of California Berkeley.

Di Amerika, calon mahasiswa asing diwajibkan untuk lulus collage sebelum masuk ke universitas. Di tahun pertamanya di Santa Barbara City College, rata-rata mahasiswa hanya mengambil 12 kredit per semester, Alvin mampu mengambil 24 kredit, sehingga ia berhasil menyelesaikan programnya dalam waktu satu setengah tahun. Setelah menyelesaikan studi di Santa Barbara, ia melanjutkan pendidikannya di University of California Berkeley.

Bantuan Terakhir dari Ayah Alvin: Tragedi Apyang Jinggo Terkait Kasus BLBI

Ayah Alvin, Atang Latief memberikan uang terakhir untuk Alvin karena bisnisnya sedang mengalami kesulitan. Setelah tiga bulan, kontak dengan sekretaris dan nomor HP ayahnya terputus karena tersangkut kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada tahun 2000, ayahnya melarikan diri ke Singapura setelah mencoba membayar sebagian utang BLBI. Meskipun memiliki niat baik untuk melunasi utang, ayahnya takut ditahan jika kembali ke Indonesia. Untuk itu, Atang Latief menitipkan uang kepada Husni Mochtar dan saudara perempuannya, Lisa Muchtar untuk melunasi utang BLBI. Akan tetapi, uang tersebut tidak digunakan untuk melunasi utang. Empat tahun kemudian, pada 27 Januari 2006, Atang Latief tiba-tiba kembali ke Indonesia dan menyerahkan diri ke polisi. Dia juga melaporkan anaknya, Husni Mochtar dan Lisa Muchtar, atas tuduhan penggelapan dan penyelewengan aset. Oleh karena itu, Alvin melakukan pengiritan dengan menabung sebagian besar uangnya dalam saham wall street setelah menerima uang terakhir dari ayahnya dan memutuskan untuk kuliah sambil bekerja. Setelah enam bulan menempuh pendidikan di University of California Berkeley, Alvin memilih untuk drop out demi mengurangi pengeluaran dan akan melanjutkan studinya kembali setelah mengumpulkan tabungan dari hasil pekerjaannya.

Penanda di Kartu SSN: Batasan Kerja bagi Pemegang Visa Pelajar di Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, pemegang visa pelajar sebenarnya tidak diizinkan untuk bekerja, kecuali bekerja di dalam kampus dengan izin khusus. Namun, terdapat celah hukum yang memungkinkan orang-orang asing untuk bekerja di Amerika dengan memperoleh informasi dari seseorang yang sudah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya. Penentu izin bekerja di Amerika adalah nomor Social Security. Dalam kartu SSN, jika bertuliskan “Not Valid For Working,” berarti tidak diizinkan bekerja. Di sekitar Alvarados Street, dekat Los Angeles, ada layanan yang membantu mencetak kartu tanpa tulisan tersebut dengan membayar sejumlah uang. Meskipun terlihat tidak etis, kegiatan ini bisa dianggap tidak melanggar hukum karena tetap membayar pajak.

Kesadaran akan Masa Depan: Keputusan Alvin untuk Beralih Profesi ke Dunia Perbankan

Awalnya, Alvin menjalani berbagai pekerjaan mulai dari menjadi pegawai di convenience store hingga bertugas sebagai satpam. Namun, pengalaman bekerja di Seven Eleven memunculkan minatnya untuk beralih profesi menjadi teller di bank karena ia telah terbiasa menangani transaksi uang. Alvin sadar bahwa menjadi hanya seorang pegawai atau satpam tidak akan membawanya ke arah kemajuan yang diinginkannya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengejar karir di bank sebagai teller, di mana banyak aliran uang mengalir di bank. Beruntungnya, atasan yang menerima lamaran Alvin untuk bekerja menjadi seorang teller di bank Wells Fargo juga seorang imigran dari Filipina, sehingga menciptakan ikatan yang kuat karena mereka berdua sama-sama berasal dari Asia, sehingga Alvin diterima dengan baik di lingkungan tersebut.

Langkah Maju Alvin di Wells Fargo: Menarik Nasabah Baru dengan Kartu Kredit

Alvin tidak puas hanya bekerja sebagai teller di Wells Fargo, sehingga ia mengambil langkah maju dengan menghadap kepala cabang untuk naik pangkat menjadi CSR demi meningkatnya penghasilan. Ia diberi tantangan untuk masuk ke dalam 10 besar teller terbaik dan merekrut sepuluh nasabah kartu kredit baru setiap minggunya. Awalnya, Alvin menghadapi kesulitan dalam memprospek nasabah, tetapi dengan kreativitasnya, ia menemukan cara briliant dengan menjelaskan manfaat program kartu kredit tersebut. Contohnya, ia menjelaskan bagaimana kartu kredit dapat menghindarkan biaya overdraft yang merugikan. Overdraft terjadi saat saldo rekening nasabah menjadi negatif sehingga bank akan memberikan dana tambahan untuk transaksi meskipun saldo tidak mencukupi (overdraft bank). Dengan pendekatan ini, Alvin berhasil mendapatkan 60 nasabah baru dalam sebulan. Pada awalnya Alvin dikira mis selling, namun ternyata Alvin betul-betul menjelaskan produknya dan tidak ada nasabah yang merasa kena scam. Setelah membuktikan kinerjanya, Alvin menagih janji kepala cabang, karena ia telah memenuhi persyaratan. Berkat kinerjanya yang luar biasa, Alvin naik pangkat dari teller menjadi personal banker, dan dalam tiga bulan berikutnya, ia dipromosikan menjadi bisnis banker.

Prestasi Kilat: Dari Asisten Vice President Hingga Presiden Direktur

Selanjutnya, Alvin memulai karirnya di American Express & Co sebagai Financial Advisor yang menawarkan asuransi, dimana dia telah memiliki lisensi yang diperlukan untuk menjual asuransi dan lisensi untuk berjualan saham. Setelah itu, Alvin pindah ke Bank of America dan dalam dua tahun menjadi Asisten Vice President, bahkan dalam waktu tiga bulan menjadi orang nomor satu di antara 200 karyawan. Kemudian, di United Commercial Bank, Alvin diangkat sebagai Vice President di divisi komersial banking yang bertanggung jawab terhadap hubungan dengan perusahaan besar yang menjadi pemilik bisnis. Selanjutnya, Alvin memutuskan untuk melanjutkan studinya di University of California Berkeley untuk meraih gelar sarjana.

Dari tahun 2006 hingga 2009, Alvin menjabat sebagai Presiden Direktur PT. Power Center Indonesia di Jakarta Selatan, di mana ia juga ditunjuk sebagai distributor tunggal untuk pasar komersial dan pemerintah oleh FFI International AS. Setelah menyelesaikan pengalaman kerjanya di Amerika, Alvin memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan mengejar gelar sarjana dalam bidang hukum. Pada tahun 2017, Alvin lulus dan kemudian mendirikan law firm sendiri pada tahun 2019. Dalam waktu lima tahun, Alvin merasa law firm miliknya sudah mencapai tingkat kesuksesan yang sebanding dengan firma milik Hotman Paris.

Menghadapi Tantangan: Impian Alvin untuk Membuka Bisnis dan Berbagi Rezeki

Alvin Lim berpesan agar kita tetap gigih dan tidak cepat putus asa. Buktinya, seseorang yang dulunya berasal dari keluarga yang kurang mampu bisa menjadi kaya dengan tekad dan kerja keras. Alvin menekankan pentingnya untuk tidak cemburu melihat kesuksesan orang lain, sebaliknya, hal itu harus menjadi motivasi bagi kita untuk bekerja lebih keras. Di masa depan, Alvin bermimpi untuk membuka banyak bisnis guna menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia, dengan tujuan berbagi rezeki . Beberapa usaha yang dimiliki Alvin termasuk Legal Quotient (LQ) yang merupakan Lawfirm di sektor hukum, serta Financial Quotient (FQ) di bidang keuangan, yang bertujuan untuk mengajarkan orang menjadi lebih kaya secara finansial. Pengalaman bekerja di Amerika mengajarkan Alvin tentang pentingnya kerja keras dan ketekunan, terutama dalam menghadapi persaingan dengan tenaga kerja asing yang memiliki pengalaman lebih banyak. Namun, Alvin percaya bahwa dengan kerja keras dan semangat pantang menyerah, tidak ada alasan untuk takut bekerja di luar negeri.

Baca Juga: Web Series dalam Production House: Awal Mula Reza Nangin Terlilit Utang Miliaran Hingga Nyaris Bunuh Diri

Related Posts

Mengungkap Meatguy Steakhouse Perjalanan Dims si Meat Guy

Mengungkap Meatguy Steakhouse: Perjalanan Dims si Meat Guy

Dimas Ramadhan Pangestu, owner dari Meatguy Steakhouse, atau yang biasa dikenal sebagai Dims the Meat Guy. Kisahnya dimulai dari sebuah keisengan mengunggah konten memasak daging di platform TikTok. Tidak disangka, kontennya menjadi viral sehingga memicu rasa penasaran banyak orang.

0