Rahasia Sukses Alfonsus: Menciptakan Sepatu Kanky yang Trendi, Nyaman, dan Terjangkau

Alfonsus Ivan Kurniadi, pencetus Sepatu Kanky, telah berhasil menjual 35 ribu pasang sepatu setiap bulannya. Kanky tidak hanya sekedar sebuah merek sepatu, tetapi juga merupakan wujud dari kebanggaan buatan anak Indonesia yang ingin diangkat ke tingkat dunia. Awalnya, Alfonsus bekerja sebagai distributor sepatu, namun kemudian memutuskan untuk menciptakan merek sepatu sendiri. Dengan pengalaman bertahun-tahun dalam industri ini, Alfonsus akhirnya menemukan rahasia sukses untuk menciptakan sepatu yang tidak hanya trendi dan nyaman, tetapi juga terjangkau bagi semua kalangan.

Kesulitan Ekonomi dan Peran Alfonsus dalam Mencari Penghasilan dengan Menjadi Bandar Judi

Alfonsus Ivan Kurniadi tumbuh besar di kota Semarang. Pada masa SMP orang tuanya menghadapi masalah investasi emas sehingga keluarganya mengalami kesulitan ekonomi. Di tengah kesulitan tersebut, dia turut berperan dalam mencari penghasilan tambahan, mulai dari membelikan rokok, kopi, hingga makanan bagi para penjudi yang berkumpul di dekat klenteng. Alfonsus akhirnya ditawari untuk menjadi seorang bandar judi, namun dia tidak ikutan bermain judi. Dengan kedekatannya pada pusat aktivitas perjudian di Semarang, Alfonsus memiliki kemudahan dalam mengajak teman-temannya untuk bermain judi dengan dirinya sendiri sebagai bandar judi. Berkat pemahaman mendalamnya tentang strategi permainan dan kemampuannya membawa kemenangan, Alfonsus mampu memperoleh komisi yang besar dari setiap permainan yang dijalankannya. Selama SMP di Kebon Dalem, Alfonsus terlibat dalam penjualan bocoran ujian nasional karena melihat teman-temannya juga terlibat dalam bisnis yang sama. Dengan mencari sendiri sumber bocoran, ia bergabung dalam bisnis tersebut dan berhasil menghasilkan uang yang cukup lumayan.

Saat Alfonsus berada di SMA kelas satu, ia mengalami masalah karena sering terlambat ke sekolah akibat kebiasaan tidurnya hingga pukul empat pagi. Keterlibatannya dalam judi bola membuatnya harus tetap terjaga, terutama ketika ada orang yang baru bergabung dalam pertandingan. Gurunya mencap Alfonsus anak yang nakal karena sering datang terlambat dan menyalahkan kedua orang tuanya yang dianggap tidak bisa mendidik Alfonsus. Tidak terima dengan hal itu, Alfonsus pun memukul wajah guru tersebut hingga akhirnya dikeluarkan dari sekolah.

Dari Drop Out Sewaktu SMA Kelas Satu sampai Usaha Keras untuk Mendapatkan Ijazah SMA

Alfonsus terpaksa putus sekolah di SMA kelas 1, tetapi ia memiliki ijazah. Ijazah tersebut ia dapatkan ketika perusahaan sepatu, PT Violatama Inti Sejati sedang mencari seorang salesman sepatu. PT. Violatama Inti Sejati  yang telah beroperasi sejak tahun 2003, berbasis di Semarang, Jawa Tengah. Didirikan oleh Soegihkusuma, perusahaan ini spesialis dalam penjualan produk sepatu dan sandal merek Loggo, yang ditujukan untuk kebutuhan sekolah maupun pemakaian sehari-hari. Syarat utama yang diperlukan bagi calon sales sepatu adalah harus memiliki ijazah SMA. Karenanya, Alfonsus terpaksa menjual gelang emas milik istrinya untuk mengikuti ujian kelulusan di SMA Tugu Suharto. Dia juga mengikuti kursus les di Primagama selama tiga bulan, dan akhirnya lulus dengan ijazah SMA. Ijazah itu kemudian dia berikan kepada PT Violatama Inti Sejati selaku brand Loggo agar ia diterima menjadi seorang salesman dan Alfonsus fokus pada pekerjaannya tanpa kembali terlibat dalam perjudian. Meskipun masih muda, Alfonsus menjadi yang pertama dalam penjualan sepatu.

Penerapan Disiplin dan Konsistensi dalam Bisnis: Beradaptasi dengan Perubahan Tren Pasar

Pada awalnya, stok sepatu Loggo tersedia di grosir di Jalan Depok tanpa adanya salesman yang bertugas menjual. Alfonsus secara cermat menganalisis keunggulan dan kelemahan sepatu yang dijualnya, bernegosiasi dengan pimpinan untuk menurunkan harga saat model sepatu sudah ketinggalan zaman, dan mempelajari pesaing serta alasan mengapa model sepatunya tidak diminati lagi. Alfonsus bijaksana dalam memilih harga, menaikkan harga untuk produk yang diminati dan menurunkan harga untuk yang kurang laku. Alfonsus juga berkomunikasi dengan distributor untuk memastikan informasi yang akurat mengenai produk yang laku dan tidak laku. Hebatnya, Alfonsus berhasil mengubah situasi tersebut sehingga akhirnya ia berhasil menghabiskan semua stok di satu ruko di Jalan Depok.

Kemudian, pada tahun 1996, penjualan sepatu Loggo tidak selalu lancar, terutama saat pindah dari Jalan Depok ke Jalan Raden Patah, menyebabkan stok barang di Jalan Raden Patah terbengkalai. Namun, berkat kerja kerasnya, Alfonsus berhasil mengatasi situasi ini dengan menawarkan barang kepada teman lamanya yang memiliki grosir besar. Dia menerapkan disiplin dan konsistensi dalam bisnisnya, dengan memahami kelebihan dan kekurangan setiap barang, bernegosiasi dengan pimpinan untuk menurunkan harga, dan berkomunikasi dengan distributor untuk memahami tren pasar.

Menghadapi Dead Stock: Tantangan dalam Penjualan Produk Sepatu

Ketika krisis moneter terjadi, Loggo menghadapi death stock yang mengharuskan mereka menaruh barang di Sumatra. Dead stock mengacu pada produk sepatu yang tersimpan di inventaris atau gudang namun tidak dapat terjual karena berbagai alasan. Namun, di toko offline, seperti saat momen lebaran atau masa awal masuk sekolah, omzet meningkat drastis. Untuk mengatasi masalah death stock, Alfonsus berhasil mengubah harga dari 28.800 ribu rupiah menjadi 48.800 ribu rupiah, yang menghasilkan komisi puluhan juta pada kala itu. Hal ini menunjukkan pentingnya membangun relasi dan menerapkan strategi pemasaran yang tepat untuk menjaga kelangsungan bisnis.

Persiapan Stok Sepatu untuk Momen Tertentu: Lebaran dan Masuk Sekolah

Karena target pembeli sepatu mulai dari orang tua hingga anak-anak yang membeli hanya sesekali dalam setahun, seperti menjelang Lebaran atau saat awal masuk sekolah, strategi pemasaran yang dijalankan adalah mempersiapkan stok yang cukup untuk kedua momen tersebut. Ini melibatkan persiapan barang yang cukup untuk memenuhi permintaan, termasuk memberikan utang kepada toko-toko sepatu agar mereka dapat memberikan dukungan stok gudang saat permintaan sedang tinggi. Untuk menghindari gangguan pada arus kas, Alfonsus selaku distributor memberikan waktu pembayaran yang cukup panjang, sekitar 4-5 bulan kepada toko-toko sepatu, karena Alfonsus didukung oleh pabrik-pabrik besar untuk memberikan kemudahan dalam pembayaran. Namun, situasinya berubah drastis saat pandemi melanda. Utang yang menumpuk di toko-toko mencapai puluhan miliar, sementara modal hanya cukup untuk kebutuhan dasar. Sebagai seorang distributor, Alfonsus mengalami kerugian karena banyak sepatu terpaksa dijual dengan harga yang rendah.

Langkah Awal: Pendirian Pabrik Sepatu Kanky oleh Alfonsus

Berpegang pada banyak teman-teman yang ahli di bidang RnD serta keahlian jahit, Alfonsus memutuskan untuk mendirikan pabrik sepatu sendiri, yang tetap eksis hingga sekarang. Pada tahun 2019, melalui Kanky, tujuan utamanya adalah menciptakan produk yang berbeda dari yang sudah ada, karena pabrik sepatu di Indonesia cenderung fokus pada keuntungan besar dengan menjual dengan harga tinggi. Namun, produk-produk yang ada cenderung serupa satu sama lain tanpa ada perbedaan yang unik.  Setiap produk yang dihasilkan oleh Kanky tidak diciptakan dengan sembarangan, melainkan melalui usaha keras untuk menciptakan model yang nyaman dan berkualitas. Meskipun outsole dan midsole diambil dari luar negeri karena biaya pembuatan di Indonesia yang tinggi dan kebutuhan akan jumlah yang besar, Kanky tetap memprioritaskan kualitas produknya.

Kanky tidak mengedepankan kuantitas yang berlebihan, melainkan fokus pada kualitas yang baik dan mampu memenuhi pesanan dengan jumlah yang sesuai. Meskipun produksi di Indonesia belum optimal dari segi harga, Kanky tetap berusaha untuk menciptakan produk yang unggul. Dalam proses pembuatan, Kanky mengikuti tren dan mengandalkan desainer untuk menciptakan pola yang unik bagi setiap produknya. Mereka memahami bahwa sepatu adalah seni yang harus memiliki ciri khas dan keunikan yang dapat dikenali oleh semua orang. Outsole sepatu Kanky memiliki dua jenis, yaitu matras rubber (karet) dan matras pylon, yang menuntut investasi besar untuk memastikan keunikan produk yang dimiliki.

Keyakinan Alfonsus: Pentingnya Menciptakan Produk yang Unik

Meskipun dihadapkan pada tantangan manufaktur seperti biaya yang meningkat dan ketidakpastian penjualan, Alfonsus yakin bahwa hanya dengan mendirikan pabrik sendiri lah mereka dapat menciptakan produk yang unik. Pabrik yang sebelumnya dipakai tidak cocok karena hanya memikirkan efisiensi, bukan kualitas dan inovasi. Dibangun dengan semangat kekeluargaan dan kerja sama yang kuat, karyawan bahkan bersedia berkontribusi untuk membelikan hadiah kalung dan liontin kuda emas untuk kelahiran cucu Alfonsus. Mereka mempertahankan standar yang sama untuk produk sepatu di Indonesia, mengutamakan efisiensi, kualitas, dan manfaat yang berkelanjutan. Meskipun hanya berjumlah sekitar 200 orang, karyawan memiliki semangat yang sama dan bangga atas kesuksesan Kanky, yang tidak terlepas dari doa dan usaha keras mereka sendiri. Perjalanan Kanky merupakan kisah yang melibatkan upaya dan dedikasi yang besar.

Baca Juga: Dari Penggemar Menjadi Pengusaha: Kisah Inspiratif CEO HMNS Perfume (Parfum Lokal yang Bercerita)

Related Posts

Mengungkap Meatguy Steakhouse Perjalanan Dims si Meat Guy

Mengungkap Meatguy Steakhouse: Perjalanan Dims si Meat Guy

Dimas Ramadhan Pangestu, owner dari Meatguy Steakhouse, atau yang biasa dikenal sebagai Dims the Meat Guy. Kisahnya dimulai dari sebuah keisengan mengunggah konten memasak daging di platform TikTok. Tidak disangka, kontennya menjadi viral sehingga memicu rasa penasaran banyak orang.

0